Pada masa sahabat belum ada penulisan hadis secara resmi sebab dikhawatirkan bercampur dengan Alquran dan umat Islam lebih difokuskan untuk mempelajari Alquran. Begitu juga pada masa Tabi’in, yang mengikuti jejak para sahabat, periwayatan hadisnya pun tidak jauh berbeda. Hanya saja pada masa ini AlQuran sudah dikumpulkan dalam satu mushaf.
Mungkin perbahasan ini dimasukkan juga disebabkan kaitannya dengan periwayatan hadis sebagai makluman sahaja. Adapun perbahasan sebenar ulum hadis adalah topik hadis Ahad, Iaitu hadis Masyhur, Aziz dan juga Gharib kerana ianya boleh mejadi Sahih, Hasan, Dhaif mahupun MaudhuŹæ. Rujukan. Manhaj al-Naqd Fi Ulum al-Hadith, Dr Nuruddin Itr. Dimulai dengan bab pertama tentang terminologi hadis Nabi yang membahas tentang pengertian hadis, sunnah, khabar dan as|a>r baik secara bahasa maupun secara istilah menurut ulama hadis, ulama us}ul fiqh, dan ulama fiqh. Demikian pula, persamaan dan perbedaan berbagai istilah tersebut serta bentuk-bentuk hadis Usaha Ulama Melestarikan Keotentikan Hadits Rasulullah SAW. Di dalam kitab Ar-Risalah Juz I halaman 10-11, terdapat sebuah riwayat yang menjelaskan tentang sebuah surat yang ditujukan kepada Imam Syafi’i. Surat itu berasal dari seorang Gubernur yang bernama Abdurrahman Al-Mahdi. Melalui surat tersebut, Gubernur menyampaikan sebuah pertanyaan
Dan dalam riwayat lain disebutkan: ā€œAku jadikan wanita tersebut milik engkau dengan mahar berupa (mengajarkan) ayat-ayat Alquran.ā€ (Al-Hadis) Periwayatan hadits dengan makna tidak diperbolehkan kecuali jika perawi lupa akan lafadz tapi ingat akan makna, maka ia boleh meriwayatkan hadits dengan makna.
Adapun tingkat dan derajat hadits-hadits al-Muwaththa’ itu berbeda-beda. Ada di antaranya yang shahih, ada yang hasan, dan ada pula yang dha’if. Imam Asy- Syafi’y pernah berkata, ā€œKitab yang paling shahih sesudah Alquran, ialah Al- Muwaththa’.ā€. Mukhaliful Hadits adalah sebuah kitab Asy-Syafi’y yang penting. Imam Tajuddin as-Subki (wafat 771 H) meneliti hadits-hadits dalam IhyĆ¢' yang berjumlah kurang lebih 3.800 hadits, dan ada 928 hadits yang tidak beliau temukan asalnya. Selanjutnya al-HĆ¢fidh al-'Iraqi (wafat 806 H) melanjutkan kerja ilmiah tersebut hingga menyisakan sekitar 200 hadits yang belum diketahui asalnya. Selain itu, ulama juga membicarakan tentang syarat diterimanya suatu periwayatan yang dihubungkan dengan usia orang yang menerima atau menyampaikan periwayatan tersebut. Hal ini perlu diketahui karena berhubungan dengan permasalahan legitimasi terhadap tranformasi periwayatan dan penerimaan hadis. B. Rumusan Masalah 1.
Masa kodifikasi hadis merupakan titik balik dari perkembangan hadis baik dari segi periwayatan dan penyebaran hadis dan juga kajian-kajian mengenai hadis itu sendiri. Pasca kodifikasi, kemudian dimulailah masa penyaringan, pemeliharaan, dan penyempurnaan atau Asru al-Tajrid wa al-Tashih wa al-Tanqih. Periode ini berlangsung selama abad ke-3
.
  • 7x0nwgc63i.pages.dev/961
  • 7x0nwgc63i.pages.dev/390
  • 7x0nwgc63i.pages.dev/260
  • 7x0nwgc63i.pages.dev/163
  • 7x0nwgc63i.pages.dev/586
  • 7x0nwgc63i.pages.dev/942
  • 7x0nwgc63i.pages.dev/873
  • 7x0nwgc63i.pages.dev/532
  • 7x0nwgc63i.pages.dev/30
  • 7x0nwgc63i.pages.dev/340
  • 7x0nwgc63i.pages.dev/660
  • 7x0nwgc63i.pages.dev/494
  • 7x0nwgc63i.pages.dev/900
  • 7x0nwgc63i.pages.dev/78
  • 7x0nwgc63i.pages.dev/901
  • pertanyaan tentang periwayatan hadits